51,5% Remaja Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos  

28 Mar 2008

51,5% Remaja Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos
Majalah Gemari, Juni 2007

Sebuah Polling yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks hampir sebagian besar berada di wilayah kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Bagaimana para mahasiswa ini menjadikan tempat kos-kosan sebagai ajang prostitusi dan atas dasar apa mereka bisa terjebak dalam budaya seks bebas?

Lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah menuntut mahasiswa sebagian memilih kos-kosan sebagai rumah kedua. Banyak hal yang positif yang didapat dari lepasnya "remaja beranjak dewasa" ini dari lingkungan keluarga menuju lingkungan yang penuh sebaya. Antara lain, mereka menjadi lebih mandiri, berani mengambil keputusan sendiri dan tidak cengeng. Namun ada sisi negatif yang mungkin kurang disadari oleh mereka, yaitu lemahnya pengawasan orang tua dan pemilik kos membuat mereka begitu mudahnya melakukan hubungan seks di dalam kamar tertutup.

Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan Sahara Indonesia selama tahun 2000-2002, tempat mereka melakukan hubungan seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%). Menyusul kemudian di rumah (30%), di rumah perempuan (27,3%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui (0,7%).

Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, banyak mahasiswa yang menjadikan kos-kosan sebagai tempat melakukan hubungan seks karena ada kecenderungan pola hubungan sosial sangat renggang antara pemilik kos dengan penghuni yang bersifat hubungan transaksional. Ini juga menyebabkan tempat kos bebas tanpa ada yang mengawasi.

Agus juga menambahkan, sebanyak 72,9 persen responden mengaku hamil. Sebanyak 91,5 persen diantaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan dukun/nonparamedik (94,8%) dan hanya 5,2% dilakukan dengan bantuan paramedic. Sementara 33,2 persen (perempuan) dan 16,8% (laki-laki)mengaku menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas itu.

Yang lebih mengenaskan , semua peserta polling mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian yang mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.

Kurangnya Pengetahuan Reproduksi

Lemahnya pengawasan orang tua, terutama dalam berkomunikasi dengan anaknya, menurut Nia R Raihanah Psi dari Biro Psikologi Salman (Bipsis) Bandung, membuat para orang tua hanya berfikir dengan mengirimkan uang yang cukup kebutuhan lain sudah tercukupi.

"Celakanya, agar tidak ketahuan pemilik kos ataupun petugas ronda kampung, peserta curhat mengaku mengakali dengan cara memasukan pasangannya sejak pukul 07.00 WIB dan baru keluar atau pulang pada pukul 21.00 malam," cetus Nia.

Karena itu, Nia menilai, berdasar penelitian itu, maka pendidikan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk diberikan kepada kalangan pra-remaja. "para mahasiswa terutama yang berasal dari luar kota juga perlu diberikan pendidikan seperti itu. Kalaupun para mahasiswa sudah berani bertanggung jawab dengan segala resikonya," tutr Nia.

Nia juga merasa kecewa dengan aktivitas mahasiswa era sekarang. "saat ini mahasiswa cenderung hanya kuliah, belajar dan pacaran, tanpa ada kegiatan lain yang bersifat positif. Itu yang menyebabkan tingginya kasus seperti ini (free sex)," katanya.

AddThis Social Bookmark Button

Design by Amanda @ Blogger Buster