1 Miliar Remaja Berperilaku Seksual Membahayakan  

28 Mar 2008

1 Miliar Remaja Berperilaku Seksual Membahayakan
Majalah Gemari, Agustus 2007

Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang berskala kecil namun memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 miliar jiwa, memiliki jumlah penduduk lebih dari satu miliar. Tragisnya, setiap hari ada 6000 kasus remaja yang terkena virus HIV/AIDS. Bagaimana bila dalam perkembangan jumlah penduduk kedepan yang diperkirakan pada tahun 2020 nanti mencapai 7,5 miliar dengan kepadatan penduduk 80% berlokasi di negara-negara berkembang, memiliki jumlah remaja yang lost generation?

"Penduduk usia 15-24 tahun adalah masa depan dunia. Kalau saja mereka berperilaku produktif dan terpuji akan menjadi maslahah (kebaikan) bagi bangsa. Namun bila sebaliknya, akan menjadi masalah bagi bangsa," ungkap Rozy Munir, Ketua Umum IPADI (Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia) saat berbicara dalam seminar Pengembangan SDM Menuju Penduduk Berkualitas memperingati hari Kependudukan Sedunia pada tanggal 11 Juli 2003 lalu di Auditorium BKKBN Jakarta.

Masalah remaja memang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, dalam peringatan hari kependudukan sedunia tahun ini mengambil tema "Kesehatan Remaja dan Seksualitas Remaja". Saat ini , sekitar satu miliar penduduk usia remaja memasuki perilaku reproduksi yang dapat membahayakan atau justru mengancam kehidupannya.

Menurut, Siswanto A Wilopo, sekjen IPADI dan Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat, ada 15 juta perempuan remaja melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Setiap tahun, 500.000 perempuan meninggal dunia karena melahirkan dan lebih dari 65.000 diantaranya adalah remaja perempuan meninggal karena aborsi tidak aman.

Lalu, bagaimana sikap kita mengatasi permasalahan yang ada di kalangan remaja? "Berikan pemahaman yang jelas tentang masalah kesehatan reproduksi. Karena, sebagian besar remaja melakukan perilaku kehidupan reproduksi tidak sehat karena belum tahu benar pentingnya menjaga kesehatan reproduksi remaja," tukas Siswanto.

Hal senada diungkapkan Dr Bernard Coquelin, representatif UNFPA (United Nations Population Fund), bahwa untuk menekankan tingginya jumlah penderita HIV pada remaja di dunia adalah dengan memberikan pendidikan, informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. "Akan dikemanakan remaja kita, bila setiap hari ada 6.000 remaja baik laki-laki maupun perempuan terinveksi virus HIV. Ini menunjukkan bahwa mereka butuh informasi ini."

Remaja Indonesia.

Terkait dengan itu jumlah penduduk Indonesia yang saat berjumlah 213 juta, 30% diantaranya atau 62 juta remaja adalah usia 10-24 tahun. Berbagai data menunjukkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun. Misalnya hasil survey di 12 kota dan di kota Medan menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5-11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedang usia 15-24 adalah 14,7-30%.

"Apabila jumlah dari 42,3 juta remaja di tahun 2000 terdapat 10% dari mereka telah menyatakan dirinya aktif seksual, maka ada 4,3 juta remaja yang menghadapi berbagai resiko kesehatan reproduksi. Hal itu terjadi karena pada umumnya remaja melakukan hubungan seksual tanpa proteksi terhadap terjadinya kehamilan yang tidak di inginkan," papar Siswanto.

Bagi berjuta-juta remaja, masalah seksualitas yang timbul terkait, dengan perkosaan, kekerasan dan pelecehan (abuse), baik yang dilakukan oleh keluarganya sendiri atau dengan kawan dekatnya. Sebagian besar, remaja yang telah aktif secara seksual (baik yang berstatus kawin atau tidak) pada usia kurang dari 20 tahun, belum menyentuh pelayanan reproduksi (termasuk pelayanan kontrasepsi), pencegahan dan perawatan kesehatan seksual menular dan HIV/AIDS serta perawatan kehamilan dan persalinan.

Khusus remaja perempuan, banyak diantaranya yang sulit menolak kawin muda, menunda kelahiran dan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya secara terpaksa justru karena dorongan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Sebaliknya, banyak faktor lingkungan sosial yang tak aman/ tak diinginkan. Misalnya, hubungan yang kuat antara orang tua dan anak, keterkaitan dengan pendidikan dan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan pasangannya.

AddThis Social Bookmark Button

Design by Amanda @ Blogger Buster