Korban Mutilasi pertama  

10 Mar 2008

KORBAN MUTILASI PERTAMA

Irvan merupakan anak semester 4 disebuah universitas swasta yang mengalami broken home, karena cerainya kedua orang tuanya saat ia berusia 15 tahun. Kini saat menjelang usia 20 tahun Irvan seperti anak yang terlantar meski segala kebutuhannya dipenuh oleh papanya. Namun yang ia inginkan bukanlah sebuah kebutuhan akan materi, ia butuhkan perhatian kan kasih sayang.
Irvan dan papanya tinggal disebuh perumahan elite kelapa gading, jakarta utara. Sehari harinya hanya ia habiskan dengan pesta minum minuman keras bersama anak anak seusianya, terkadang ia suka mengunakan barang barang terlarang seperti ganja, narkoba, dll.
Namun secara diam diam Irvan sesungguhnya menaruh hati kepada salah seorang gadis yang tinggal bersebelahan dengan rumahnya.
Kala itu hari menjelang malam dan seperti biasanya perumahan itu sunyi bagaikan tak berpenghuni, hanya satpam yang lalu lalang setiap 1 jam sekali guna untuk menjaga keamanan perumahan itu.

“anjrit bete banget gw sendirian di rumah. Mo ngapain gw yah, nonton tv acaranya sinetron mulu... setan alas...” gerutu Irvan dalam hati yang duduk diteras depan sambil melirik sebuah mobil sedan city hitam memasuki pelantaran parkir sebelah rumahnya.

Honda city dengan plat B 7450 WK pun kini mematikan mesinnya dan perlahan pintu supir terbuka. Rena anak Pak Suryodinigrat itu keluar dengan baju seragam dengan menenteng tas samping berwarna pink dengan corak putih dan hitam khas anak ABG jaman sekarang.

“Hallo cewek cantik. Baru pulang yah... kok buka sendiri. Mana mang Dadi, tukang kebonnya.” Sapa Irvan mengisi rasa jenuhnya menegur Rena.
“Hei. Van... iya nih. Mama Papa keluar negeri hadirin pernikahan saudara mama. Mang Dadi lagi pulang kampung, kemarin dapat kabar kalau istrinya sakit keras. Yah loe tau lah tinggal gw sendiri.” Sahut Rena membalas sapaan Irvan.
“Loe gak kuliah hari ini Van. Bukannya lagi UAS.” Tanya balik Rena sambil bersandar di pintu mobilnya.
“Gak. Gw lagi males, biarin aja UAS gak penting. Tinggal minta bokap gw aja sumbang dana buat dosen, trus besoknya nilai gw langsung dapet A+. Bisa yang gampang kok di bikin repot.”
“Dasar. Ok deh gw masuk dulu yah. Badan gw lengket nih, mo mandi segerin badan.” Ujar Rena sambil berjalan mundur memberikan salam kepada Irvan yang hanya dibatasi sebuh tembok setinggi 50cm.
“Anjrit... lama kelamaan Rena ternyata cantik juga. Rambut panjang, body sekel padat, pantatnya sampai nungging gitu. Uuh... pusing gw.” Oceh Irvan dalam hati sambil menatap lenggok Rena yang berjalan menjauh darinya.

Rena merupakan gadis belia yang berusia sekitar 19 tahun dan kini baru duduk di kelas 2 SMA swasta yang tak jauh dari perumahannya. Parasnya yang cantik dan supel dalam pergaulan membuat ia banyak disukai oleh banyak teman temannya, terutama kaum adam. Rena memiliki tubuh yang sintal dengan struktur dada yang membusung 36B dipadu dengan bongkahan pantat yang menantang bila ia sedang berjalan melenggok bak gitar spanyol kalau laki laki menjulukinya.
Rena memang seorang gadis belia yang mengikuti trend masa kini, setiap ada model baju terbaru. Maka ia pun tak ingin ketinggalan model. Seperti sore ini, baju seragam ketat tipis, jelas terpampang bra hitam dengan model minim yang hanya menutup bagian puting dari susunya saja. Rok abu abu pendek yang memamerkan kulit paha putih mulus.

Irvan memang sudah lama mengagumi keindahan tubuh Rena tetangganya. Namun ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa untuk mendapatkan pujaan hatinya. Tidak untuk malam ini, peruntungan Irvan sedang melambung...
Jam dinding berdetak delapan detakkan, Irvan keluar dari kamarnya dan menyambar teropong pengintai yang ia beli di pusat perbelanjaan, bergesas ke lantai 3 teras rumahnya. Perlahan ia menempatkan dirinya untuk mengintip kegiatan Rena gadis pujaannya. Irvan sangat hapal kegiatan tetangganya yang satu ini. Jam 8 malam berenang di kolam renang di halaman belakang rumahnya.
Tak jauh dibawah sana, seorang gadis yang hanya mengenahkan bikini berwarna putih sedang asik bermain air dipinggir kolam renang.
Tak kuasa birahipun semakin memuncak, memperhatikan lekuk tubuh Rena yang mengiurkan membuatnya semakin tergila gila. Terbayang sekilas oleh Irvan, “malam ini Rena harus bertekuk lutut dibawah gw, entah bagaimana caranya dia harus gw takhlukan...”

Berbagai cara dipikirkan oleh Irvan, namun semua itu sangat mengambil resiko yang teramat besar. Namun lain lagi bila hasrat birahi sudah menyumbat pikiran sehat. Irvan memutuskan datang ke rumah Rena malam itu juga.

“Ren. Rena... bisa minta tolong gak...”

Karena suasana perumahan memang sunyi dan sebagian rumah juga banyak yang ditinggal pemiliknya berlibur, maka sudah tentu Rena mendengar suara panggilan Irvan tetangganya. Tanpa mengenahkan kimononya lagi, Rena berjalan menuju pintu utama rumahnya, dan...

“Kenapa Van.”
“Minta tolong dong. Pinjamin telphone sebentar, telphone rumah gw putus gak tau kenapa...” ujar Irvan sebagai alasannya agar dapat masuk ke rumah Rena terlebih dahulu.
“gila mulus banget tuh kulit pahanya, anjrit teteknya montok banget nih anak. Gak sangka gw Rena punya tubuh sebagus ini...” guyam Irvan dalam hati yang tanpa sadar berdiri didepan pintu dengan mata yang terpaku ke tubuh sintal Rena.
“Yuk masuk. kok malah bengong sih...” ajak Rena setelah menutup pintu dan berjalan didepan Irvan dan menunjukkan letak telphone rumahnya.
“Tuh pakai aja. Jangan sungkan sungkan, kan tetangga.”

Namun Irvan bukannya mengunakan telphone tersebut, ia malah menghampiri Rena yang berada didepannya.
“Loh... kok gak jadi pakai telphone.” Ujar Rena dengan menampilkan wajah yang heran dengan kelakuan tetangganya.
“Oh telphone, gak kok. Gw sengaja biar bisa masuk kedalam rumah loe ini. Yang sepi, sendiri, dan gak ada orang lain selain loe sama gw. Soo gw harap loe tau apa keinginan gw kesini...”

Merasa dirinya terancam dengan ucapan Irvan, Rena mencoba mengambil langkah mundur menjauh dari Irvan yang saat itu hanya mengenahkan kaos oblong putih dengan tulisan Ocklay menyamping di bahunya dan celana santai sedengkul adidas hitam bergaris putih disampingnya.

“Van. Gw harap loe jangan macam macam yah. Jangan sampai gw teriak dan panggil orang untuk gebukin loe keluar dari rumah gw. Dan gw juga gak sungkan sungkan buat kasih tau bokap loe...” ujar Rena yang ketakutan namun ia mencoba untuk menutupi itu semua dengan amarahnya.

“Hahahaha... silahkan kalau loe mau teriak teriak panggil tetangga lain!!!. Apa loe lupa, tetangga kita disini rata rata semua pergi holiday ke luar negri. Dan hanya rumah loe dan gw aja yang masih ada penghuninya.” “Paling dekat 5 Km baru ada beberapa rumah yang ada penghuninya, but gak mungkin teriakan loe sampai kedengaran hingga kesana...” ujar Irvan yang semakin mendekati keberadaan Rena yang semakin terhimpit tembok dibelakangnya.
“Kalau loe mau coba yah silahkan, mau kabur silahkan. Lagian pintu udah gw kunci dan gw ambil. Inikan kunci pintu utama loe, hahahaha....” sambung Irvan sambil mengeluarkan seuntai kunci yang berhiaskan menara pisa, itali.

“Setan loe Van. Mau loe apa sih.” Tantang Rena mencoba untuk memberanikan dirinya, meski sudah terpojok dan kalah posisi.

“Gw gak minta apa apa. Hanya satu hal saja sih.” Kata Irvan sambil menghimpit tubuh Rena hingga menempel pada dadanya.
“Gw mau mencicipin nikmatnya sesuatu yang hangat di balik celana dalam bikini putih loe ini.” Ujar Irvan sambil mengelus daging gemuk yang menyembul tertutup kain putih tipis dan menjiplak jelas belahan bibir vagina karena basah oleh air kolam.

“Setan loe. Loe pikir gw cewek murahan. Mau begitu aja sama loe...” bentak Rena yang merasa terhina dengan perlakuan Irvan barusan.

PLAK... PLAK... dua tamparan tangan Irvan keras mendarat di kedua sisi pipi Rena.

“Loe pikir loe siapa, loe itu sekarang menjadi korban. Hanya saja belum tahu akan gw jadikan korban apa. Jadi jangan sekali kali sok galak dan ngebentak gw... dengan mudahnya gw bisa habisin nyawa loe dengan belati gw ini. Itu kalau loe gak mau turutin kemauan gw.” Ancam kembali Irvan setelah mendaratkan dua tamparan keras ke pipi Rena hingga mengeluarkan darah segar dan mengancam akan membunuhnya dengan belati yang kini ditempelkan di sisi kanan perut Rena yang masih terdapat buih buih air dari sisa kolam renangnya.

“Hei... loe denger gak omongan gw barusan. Loe mau nyawa loe utuh masih tetap dibadan loe atau setelah kejadian ini... hmmm... (sambil memperagakan belatinya melewati lehernya sendiri) MAU LOE GW GOROK KERONGKONGAN LOE...” Ancam Irvan sambil membentak. Kali ini Irvan sepertinya sungguh sungguh akan menghabisi nyawa Rena bila keinginannya tak dipenuhi. Terlihat dari matanya terpancar mata yang menyala, seakan yang sekarang berbicara bukanlah Irvan tetangga sebelah rumahnya. Melainkan seperti seorang mantan pembunuh berdarah dingin.

“!!!!!!!!”

Tak ada kata kata yang keluar dari bibir Rena sekarang. Hanya menunduk, gemetar sekujur tubuhnya, entah karena hawa yang dingin atau karena rasa takut yang semakin menyelubungi seluruh dirinya.
Rena menundukkan kepala semakin dalam dan menyilangkan kedua tangannya tepat menutupi dadanya yang membuat Irvan semakin penasaran akan daging putih yang terbungkus dibalik bra bikini mininya.
Entah kenapa Rena seakan akan menjadi malu dengan bikini yang ia kenahkan, yang pastinya ia tak pernah menduga nasib akan seperti ini. Menjadi korban sandera dari tetangga rumahnya sendiri dan didalam rumahnya pula.

Bagaikan seorang tahanan yang menunggu waktu pengeksekusian, Rena hanya berharap seseorang yang kebetulan datang dan menolongnya bebas dari orang gila yang kini menyanderanya. Namun harapan Rena semakin pupus saat ingat akan sunyinya perumahan disekitar rumahnya.

“Ternyata loe memang cantik banget Ren... dan tau gak kalau slama ini gw berharap satu hari gw bisa berdua sama loe dan menikmati malam hanya berdua... hahahaha.” Tawa Irvan dengan suara yang mengelegar tanpa kwatir terdengar orang. “Dan... hahaha... Nyatanya, Tuhan sekarang mendengarkan permohonan gw.”

“Tolong Van. Jangan sakitin gw, gw akan coba penuhin permintaan loe selama permintaan loe bisa gw lakuin. Please Van...” pinta Rena memohon belas kasihan Irvan yang duduk dihadapannya sambil memegang bayonet tentara.

“Hahahaha... lucu loe yah. Dalam keadaan seperti ini aja loe masih mencoba tawar menawar sama gw. MAU MATI LOE YAH...”
“Gak usah banyak cingcong deh. Kalau gak mau lihat bonyok loe lagi, sekarang juga gw abisin.”
“Sekarang gw mau loe merangkak deketin gw, ingat kalau loe bikin gerakkan yang buat gw marah, gw gak segan segan nyakitin loe.” Perintah Irvan yang duduk di sebuah bangku plastik didepan Rena.

Irvan merasa kemenangan berpihak pada dirinya dan perlahan ia keluarkan kemaluannya yang sudah membesar hitam panjang itu dari balik celana santai adidasnya. Seraya mengusap usap kemaluannya dan membuka kaos oblongnya dan melemparkannya ke atas sofa ruang keluarga Rena.
Perlahan Rena merangkak bagai hewan peliharaan yang taat kepada majikannya, dengan sisa gemetar ditubuhnya, Rena sekuat tenaga untuk menuruti permintaan Irvan yang kini sudah terbakar nafsu birahinya karena memandang tubuhnya yang hampir telanjang.

Rena hanya mampu pasrah akan nasibnya yang malang ini, sesaat lagi entah 1 jam kemudian atau beberapa menit lagi ia akan menjadi korban pelecehan atau juga korban pemerkosaan tetangganya sendiri.

“Bego loe. Lama banget sih sini cepet...” bentak Irvan menarik rambut Rena yang masih basah dan memaksa Rena untuk sesegera mungkin mengulup kemaluaannya.

PLAK... PLAK... dua kali tamparan lagi mendarat dipipi Rena kembali.

“Buka mulut loe... isep tongkol gw. Kalau gak gw bikin cacat wajah cantik loe...” . “Jangan bikin gw semakin marah, SETAN LOE.” Bentak Irvan sambil melayangkan tendangan kaki kanan dan menyebabkan terpentalnya tubuh Rena terselungkup di lantai marmer krem.

Desah tangisan Rena semakin menjadi. Perlahan Rena kembali bangkit dan mulai merangkak mendekati irvan yang telah bersiap dihadapannya.
Linangan air mata tak hentinya berlinang dari pipi putih gadis cantik seperti Rena, begitu gemetar tangannya saat mencoba mengenggam batang kemaluan Irvan yang besar hitam itu. Dalam hal sex Rena memang sungguh buta sekali, namun ia berusaha untuk tidak membuat Irvan kembali marah dan menyakitinya.

Dijulukkan lidahnya dan menjilati kepala hingga batang kemaluan Irvan naik turun berulang ulang. Namun Irvan ternyata menginginkan hal yang lebih dari permainan ini. Dengan kasar irvan menjambak rambut Rena dan mengenggam kepalanya, dengan kedua tangannya Irvan menekan kepala Rena semakin merendah dan semakin memendamkan batang kemaluannya semakin masuk kedalam mulut mungil Rena yang kecil. Ditekan kepala Rena dengan sekuat tenaga hingga terasa sekali kepala kemaluan Irvan mentok hingga masuk ke tenggorokannya. Muka Rena begitu merah, seperti orang yang tercekik tak dapat bernafas. Berkali kali Rena hendak muntah atas perlakuan kasar Irvan memperkosa mulutnya yang masih perawan itu.

Dengan kasar Irvan menarik tali bra bikini yang melingkar di punggung Rena dan meremas remas dengan buas buah dada Rena yang berukuran 36 itu.
Posisi menungging sambil mulut masih penuh mengoral batang kemaluan Irvan, Rena terpaksa harus juga merasakan sesuatu menyelinap di balik celana dalam bikininya dan mengesek gesek daging kecil yang terjepit diantara bibir kemaluannya. Diusap usapkan jari jari kasar Irvan membelah celah surga Rena, hingga perlahan mengalir getah bening khas wanita perawan yang belum pernah tersentuh.

“Hahaha... ternyata loe terangsang juga yah. Enak kan tongkol gw, padat keras dan penuh didalam mulut mungil loe... hahahaha...” ejek Irvan yang mendapati bahwa ternyata Rena kini juga terangsang.

Muka Rena memadam merah, antara malu dan dipermalukan. Namun dalam kondisi seperti ini dirinya tak memiliki hak untuk marah atau pun membalas perbuatan Irvan yang telah melecehkan dirinya. Ia hanya mampu pasrah, karena ia adalah korban dan yang mungkin juga akan menjadi korban pembunuhan. Korban yang diperkosa terlebih dahulu sebelum nyawanya direnggut oleh sang pembunuhnya.

“Gila bener bener anget memiaw loe Ren... ternyata dugaan gw gak meleset. Memang bener memiaw loe itu ternyata masih rapet. Hhmmmm... nikmat banget.” Ujar Irvan sambil mengusap usap bibir vagina Rena yang semakin membengkak memberikan rangsangan atas usapan jari Irvan.

“Tolong Van jangan renggut masa depan gw, please van. Gw akan lakukan ini semua asal jangan loe nodai gw van.” Isak Rena setengah memohon kepada Irvan yang sudah kesetanan akan nikmatnya hidangan yang ada dihadapannya.

“Anjing loe...” sebuah kepalan tangan Irvan akhirnya mendarat ke pelipis mata kiri Rena dan mengakibatkan berlinang darah segar. “Loe gak denger kata kata gw yah, jangan sampai gw marah. Turutin kata kata gw dan jangan sekali kali membantah atau menawar nawar, karena loe bukannya sedang belanja di pasar.” Ujar Irvan dengan marah.

“Ampun van, jangan sakitin gw lagi... gw... gw... gak akan membantah loe lagi, please jangan pukul gw lagi.” Pinta Rena yang langsung mengenggam batang kemaluan Irvan dan lalu langsung memasukkannya ke dalam mulutnya serta kembali mengoral kembali.

Malangnya nasib Rena gadis cantik yang mengalami pemerkosaan ini, terlihat jelas gemetar tubuh Rena saat ini, ketakutannya semakin menjadi jadi, terlebih lagi terlintas dibenaknya ia akan dibunuh bila ia tak memenuhi permintaannya.

“Nah gitu dong... kalau dari tadi’kan gak mungkin gw tonjok muka cantik loe itu... Uuhhh... manteb banget, iya isep trus. Gila nikmat banget sepongan loe Ren... uuhh.” Erang Irvan sambil menyentak yentakkan batang kemaluannya masuk ke dalam mulut Rena.

Tanpa sadar Rena merasakan sesuatu yang tumpul kasar seperti ruas jari mulai menyibak bibir vaginanya, dan perlahan lahan terdorong masuk semakin dalam dan lebih dalam lagi. Wajah Rena menyeringai antara menahan sakit dan geli yang bercampur adu disela sodokan sodokan jari Irvan yang terus menerobos bibir vaginanya yang masih terjepit rapat.
Rena tak berani menghindar atas perlakuan ini, ia hanya coba mengimbanginya dengan mengoyangkan pantatnya.
Melihat Rena yang mulai semakin terangsang atas permainan ini, Irvanpun lalu berdiri dan membopong tubuh telanjang Rena dibawanya menuju kolam renang di halaman belakang rumah Rena. Dalam dinginnya malam Rena di ceburkan kedalam air yang dingin tanpa mengenahkan sehelai kain yang menutupi tubuh telanjanganya.

Melihat kemolekkan tubuh Rena yang mengiurkan. Irvan bergegas melepaskan celana santai adiddasnya dan ikut masuk ke dalam kolam renang serta kembali mengauli tubuh montok Rena kembali. Memang sudah lama ia ingin rasakan bagaimana kalau melakukan hubungan badan didalam air, layaknya seperti tontonan film porno di DVD.

Rena menuruti kembali permintaan Irvan memposisikan tubuhnya dipinggir bibir kolam dengan kedua kaki terbuka lebar dan tangan berpegangan besi crom namun dalam keadaan terlentang sambil mengambang diatas air, sedangkan Irvan kini berada diantara kaki Rena yang terbentang. Irvan semakin bergairah saat menatap pada belahan bibir vagina Rena yang masih original dan bersih tak berbulu sedikitpun. Diusap kembali vagina Rena untuk terakhir kali sebelum ia memasukkan anggota tubuhnya dan menyatu dengan hangatnya tubuh Rena.
Lalu perlahan ia gesek gesekan kepala kemaluannya hingga membelah kembali bibir vagina Rena dan merekah kembali, lalu...

“Eehh...” erang suara Rena menahan sakit yang timbul disekitar vaginanya. “eehhmm...” erang kedua kali Rena saat kepala kemaluan Irvan mulai lenyap terjepit antara daging montok yang berada ditengah selangkangan kakinya.

Rena hanya memejamkan mata dan mengigit bibir bawahnya serta memalingkan mukanya tak berani menatap benda asing itu mulai terbenam kedalam dirinya, lebih tepatnya kedalam mahkota yang seharusnya ia pertahankan untuk calon suaminya kelak.
“sluupp...”
“Aaaaarrhhh... sakiiiiit...” Teriak Rena mengerang ketika seluruh batang kemaluan Irvan sempurna terbenam didalam vaginanya yang masih perawan itu. samar samar diantara jepitan dan batang kemaluan Irvan mengalir cairan kental berwarna merah yang ternyata merupakan darah dari selaput perawan Rena yang kini robek dengan paksa oleh Irvan.

Irvan tak perduli bagaimana rasa sakit yang dialami oleh Rena barusan, yang ia mau hanyalah nafsunya terpenuhi dan merasakan nikmat menyetubuhi Rena didalam kolam renang layaknya aktor porno yang ia tonton.
Tanpa memberikan waktu untuk vagina Rena berkontraksi menyesuikan, Irvan tanpa henti memompa vagina Rena hingga air kolam mulai sedikit demi sedikit berubah menjadi merah karena darah yang keluar dari bibir vagina Rena.
Menyadari air disekitarnya kini berubah menjadi merah karena darah, sedangkan wajah Rena perlahan lahan semakin memucat putih karena kehabisan darah yang telah bercampur dengan air di kolam. Namun Irvan bagaikan kesetanan, ia malah semakin bersemangat memperkosa Rena tanpa memikirkan bagaimana dengan nyawa Rena yang semakin terancam karena kehabisan darah.

Irvan membopong tubuh Rena yang telah lemah lunnglai itu menuju ke sebuah gazebo yang tak jauh dari kolam renang. Posisi Rena bagai seorang anak yang sedang digendong oleh ibunya, mereka tetap saling berdempetan dengan batang kemaluan Irvan yang masih tetap menancap didalam vagina Rena.
Sayu sayu mata Rena sedikit membuka, perlahan sadar bahwa ia kini bukan didalam kolam lagi, melainkan disebuah gazebo halaman belakang rumahnya. Di gazebo itu Irvan memiringkan tubuh Rena dan tanpa mengeluarkan batang kemaluannya, ia kembali memperkosa Rena tanpa mengenal lelah pada tubuhnya apalagi kepada Rena yang sudah begitu pucat karena kehabisan darah dan dinginnya air kolam.
Bagaikan boneka Rena diperlakukan oleh Irvan, terkadang terlentang, terkadang tengkurap... entah sudah berapa kali spermanya ia tumpahkan didalam vagina Rena. Namun anehnya Irvan begitu kuat dan daya tegangan pada kemaluannya tak berkurang sedikitpun.
Hingga akhirnya Irvan merasakan akan memuncratkan kembali spremanya untuk yang kesekian kalinya, dan... Croot... croot... sekitar 7 – 10 kali sperma itu memenuhi liang rongga vagina Rena dan sedikit mengalir diselah selangkangannya, entah itu sperma yang ke berapa kalinya. Namun sperma itu cukup banyak keluar bersama dengan darah segar Rena yang mungkin karena pendarahan karena memaksa dan merobek bibir vagina Rena.

Terbaring sesaat Irvan disamping tubuh Rena yang hanya diam tak bergerak. Begitu dinginnya tubuh Rena serta bibir yang telah membiru, Irvan akhirnya menyadari Rena telah manjadi mayat dan terlengkup tak bernyawa lagi...
Antara ketakutan dan kwatir, Irvan mencari jalan untuk melenyapkan mayat Rena.
Irvan bergegas kembali ke rumahnya dan kembali membawa sebuah kantong plastik transparan serta sebuah sekop yang bisa digunakan oleh tukang kebunnya untuk menata pekarangan rumahnya.
Tanpa merasa takut atau ngeri Irvan memulai aksi kejahatan yang keduanya. Tubuh Rena dibaringkan diatas plastik transparan dan dengan sebuah pisau daging yang ia ambil didapur, ia mulai mensayat sayat muka Rena hingga tak berbentuk dan tak mampu lagi untuk dikenali siapa mayat tersebut. Perlahan Irvan memposisikan ujung pisau itu di ulu hati mayat Rena dan sedikit menekannya ia menarik membelak perut yang semula mulus tanpa cacat itu menjadi terbelah dua dan mengeluarkan banyak darah.
Hati, jantung, usus, semuanya jelas terpampang dihadapannya setelah perlahan kedua sisi daging perut Rena ia tarik dari arah yang berlawanan...

Langitpun seakan menyesali perbuatan Irvan yang telah melakukan perbuatan itu, setetes demi setetes deras hujan turun menyelimuti tanah halaman perkarangan. Namun sesosok orang yang saat ini jongkok di bawah derasnya hujan dan sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan gilanya bukanlah halangan baginya. Baginya hal ini merupakan kesenangan yang belum pernah ia rasakan, begitu indah warna merah darah yang mengucur derah dari mayat Rena, begitu hangatnya isi dari perut mayat Rena meski sudah tidak bernyawa lagi.
Dikeluarkan satu demi satu organ tubuh mayat tersebut dan dipindahkan ke dalam kantong plastik hitam yang bisa digunakan untuk membungkus sampah sampah rumah tangga. Lalu direntangkan tangan kanan mayat tersebut hingga lurus dan dipotong lengan atas tangan itu, jelas sekali daging segar yang baru tersayat mengeluarkan darah disela lapisan kulit luar dan daging dasar yang masih berwarna putih. Potongan lengan itu kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik transparan berbeda dengan kantong hitam sebelumnya.

Waktu terus berdetak, tak terasa sudah tengah malam... tak ingin membuang waktu, maka Irvan mengambil jalan singkat dalam memutilasi mayat Rena yang masih utuh itu.
Sebuah batu bata ia susun menjadi 3 susun dan ditariknya tangan yang tinggal bagian lengan ke bahu itu diatasnya dan dengan keji ia patahkan dengan cara menjinjaknya... CREEK. Satu persatu ia lakukan dengan cara yang sama, hingga kini mayat tersebut hanya berupa bagian bukan satuan... kaki di bagi menjadi 3 bagian, tangan, serta tubuh mayat tersebut. Antara rusuk tulang kanan dan kiri ia putuskan hingga terbelah menjadi 2 bagian yang terpisah. Bagian leher hingga kepala ia gorok dengan pisau daging sampai putus dan dengan sekuat kuatnya ia tarik sisa yang masih menyangkut didalam kerongkongan. CREEK... seuntai susunan tulang muda dibelakang leher ikut tertarik dan menempel pada kepala yang telah dimutilasi itu. tetesan darah segar masih mengalir dari bagian kepala yang termutilasi, satu persatu biji mata Rena ia congkel dengan telunjuk tangan nya dan mengeluarkan dengan cara menarik paksa hingga urat saraf mata ikut tertarik dan memuncratkan darah segar kembali. Kemudian bagian kulit rambutnya ia sayat dengan bayonet tentara dan menarik seluruh kulit kepala hingga terpisah dengan tempurungnya. Kemudian Irvan memperhatikan wajah dari kepala yang telah terpisahkan dari tubuhnya, lalu dengan jarinya ia buka rahang mulutnya lalu ia dekatkan ke batang kemaluannya dan kembali ia gunakan untuk mengoral kembali kemaluannya pada mulut mayat yang sudah sungguh menjijikan tersebut. Sampai akhirnya ia ejekulasi didalam mulut mayat itu, baru setelahnya ia lemparkan kepala korbannya masuk ke dalam kantong plastik bersama dengan anggota tubuh yang telah terlebih dahulu ia mutilasi.

Kembali ke bagian tubuh mayat yang masih utuh. Disambar pisau daging lalu bagaikan seorang tukang daging dipasar, Irvan dengan santai memotong buah dada Rena dan menyatukannya dengan bagian organ tubuh yang berada dalam plastik hitam sebelumnya.

Akhirnya pekerjaannya tuntas sudah. Tanpa tergesah gesah ia rapikan seluruh yang ia gunakan, agar tak menimbulkan hal yang mencurigakan. Lalu dengan santai ia keluar dari rumah Rena dengan menenteng 1 kantong plastik hitam dan masuk ke dalam rumahnya.
Kantong plastik itu kemudian ia keluarkan isinya dan ia potong potong hingga menjadi piece – piece kecil. Sambil bersiul Irvan membawa 1 panci daging mentah dari organ tubuh Rena yang telah ia cincang menuju belakang rumahnya dimana 5 anjing doberman piaraannya telah mengonggok lapar.

“Hallo... lapar yah. Nih banyak daging seger nih, kalian pasti suka. Hhhmmm... enak banget (sambil mendekatkan panci tersebut dekat dengan hidungnya, seakan bau amis dari organ tubuh manusia begitu harum). Nih buat Bruto, makan yang banyak...” ujar Irvan sambil meraup segenggam daging cincang dari dalam panci itu dan menaruhkannya di atas tempat makan anjing piaraannya.
“Nah yang ini buat Jason.” Irvan berpindah ke kandang selanjutnya dan mengambil sebuah daging yang terlihat masih utuh. Ternyata daging itu merupakan bagian anggota tubuh Rena yang di mutilasi oleh Irvan, lebih jelasnya daging itu adalah buah dada Rena yang telah memucat dan agak menguning layaknya mayat.

Keseluruh panci yang Irvan cincang perlahan habis diberikan untuk anjing anjing piaraannya. Lalu irvan melepaskan seluruh baju yang melekat di tubuhnya dan sambil menenteng dirijen kecil berisi minyak tanah, ia membakar baju tersebut guna menghilangkan jejak terakhir yang masih menempel pada dirinya.
Lalu setelah segalanya telah rapi ia lakukan dan mengingat segalanya tak terlewatkan, maka ia pun naik ke lantai dua menuju kamarnya dan tidur melepas lelah yang menyerubungi seluruh tubuhnya.

Begitu tak terbebani atas segala yang baru beberapa jam ia lakukan, seakan akan semua itu hanyalah mimpi sebagai bunga tidurnya...

AddThis Social Bookmark Button

0 komentar: to “ Korban Mutilasi pertama

Design by Amanda @ Blogger Buster