Kelelahan dan disfungsi seksual  

19 Feb 2008

BANYAK wanita karier kurang memperhatikan kondisi fisik dan psikisnya. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Kelelahan kurang ditanggapi. Sakit kepala dianggap biasa. Padahal, kelelahan dan sakit kepala bisa menyebabkan disfungsi seksual. Bagaimana mengatasinya?


Menurut dr Naek L Tobing, psikiater, sex councelor dan sex educator dari Center For Marital And Sexual Studies, Jakarta, disfungsi seksual merupakan suatu gangguan fungsi seksual. Gangguan ini bisa terjadi secara menyeluruh atau sebagian saja. Pada perempuan, disfungsi seksual dibagi menjadi lima bagian, yakni penurunan atau gangguan nafsu libido, gangguan terangsang (arousal), gangguan orgasme, dispareunia (hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit), dan vaginismus (kondisi vagina langsung berkerut setiap kali akan berhubungan seks sehingga tidak jadi berhubungan).

"Dari kelimanya, yang paling sering diderita adalah tiga hal pertama. Gangguan nafsu libido menempati urutan terpenting. Jika tidak ada hasrat, seorang perempuan tidak bisa terangsang," kata lulusan State University Minnesota, USA ini.

Disfungsi seksual, lanjut Naek yang juga adalah anggota Ikatan Dokter Jiwa Indonesia (IDAJI), terberat adalah gangguan libido atau penurunan keinginan berhubungan seks (hypo sexual desire disorder). Namun, seorang perempuan masih bisa melakukan hubungan seksual karena alat kelaminnya menerima secara pasif.

"Gangguan libido pada seorang perempuan memang sulit dikenali oleh seorang pria yang kurang memahami gangguan ini. Meski mengalami gangguan penurunan hasrat seks, seorang perempuan masih dapat melakukan hubungan seks dengan pasangannya," katanya.

Hal ini berbeda dengan pria. Jika tidak ada libido, alat kelaminnya tidak bisa berfungsi, sehingga tidak mungkin melakukan hubungan seksual. Gangguan libido dapat diklasifikasikan menjadi dua. Primer dan sekunder. Disebut gangguan primer karena penyebabnya terjadi sejak awal atau sebelum penderita mengenal seks. Sebanyak 90 persen gangguan ini disebabkan oleh faktor psikologis.

"Gangguan ini memang masih sulit diobati dengan sempurna karena sudah menyentuh aspek psikologis seseorang," ujarnya.

Berbeda dengan gangguan primer, pada gangguan sekunder, libido seorang perempuan awalnya berjalan normal, lalu tiba-tiba menurun. Penyebabnya mudah diketahui karena sebelumnya perempuan tersebut normal.

"Kalau ada pasien yang mengalami gangguan sekunder, langkah awalnya adalah melakukan rasionalisasi pikirannya. Tanya kenapa dan menemukan penyebabnya. Setelah diketahui penyebabnya, baru kita obati," jelasnya.

Menurut Naek, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual pada wanita. Faktor-faktor ini kadang saling berhubungan sehingga memerlukan beberapa terapi yang dikombinasikan. Kondisi fisik dapat menyebabkan atau merupakan pendukung masalah seksual, misalnya arthritis, gangguan saluran kemih, gangguan usus besar, trauma, operasi pelvis, lelah, sakit kepala, gangguan syaraf, seperti multiple skerosis dan sindrom rasa sakit yang tidak diobati dengan benar. Beberapa obat, termasuk antidepresan, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi atau rendah, antidepresan dan obat-obatan untuk kemoterapi, dapat menurunkan gairah seksual dan kemampuan untuk mencapai orgasme.

Selain faktor ini, masih ada beberapa faktor lagi yang bisa menyebabkan disfungsi seksual wanita. Menopouse, misalnya, dapat memengaruhi fungsi seksual pada wanita paruh baya. Kekurangan estrogen sesudah menopouse dapat mengubah alat genital dan respon seksual. Lubrikasi (cairan yang secara alami diproduksi pada saat rangsangan seksual) dari vagina pun menjadi lebih lambat. Faktor ini menimbulkan dispareunia, yaitu rasa sakit pada waktu berhubungan intim dan pencapaian orgasme yang lama.

Apakah penderita gangguan libido bisa disembunyikan ? "Untuk kategori yang primer, hingga kini kemungkinan untuk bisa sembuh secara sempurna masih sulit. Kalau kasusnya masih ringan, masih bisa diatasi. Tetapi kalau sudah berat dan tidak memiliki lagi hasrat, sulit untuk disembuhkan," tandas Naek.

Penderita yang masuk kategori sekunder masih bisa disembuhkan, tergantung penyebabnya. "Kalau penyebabnya fisik, rata-rata masih bisa diperbaiki. Dua minggu biasanya sudah normal. Kalau psikologis, tergantung apa penyebabnya. Misalnya, dia benci suaminya dan tidak mau berdekatan dengan suami. Ini susah. Tetapi sepanjang dia mau disembuhkan, bisa disembuhkan," sambung Naek.

Adapun pendekatan yang dilakukan adalah berbicara dengan pakar seks, mencari penyebabnya dan menerima kondisi apa adanya.

"Misalnya, jika suami selingkuh dan menyadari kesalahannya, kita ajak si istri untuk sebaiknya menerima dan memaafkan suaminya. Lalu menaikkan kekuatan seksnya dan menghilangkan hambatan psikologisnya. Dengan dukungan suami, bisa disembuhkan," terang Naek lagi.

Untuk masalah psikologis, lanjutnya, perlu ada konsultasi dengan dokter. Penderita dianjurkan mengikuti konseling atau melakukan psikoterapi. Di situ ada pendidikan seks mengenai fisiologi tubuh dan teknik membangkitkan rangsangan untuk mencapai orgasme. Jika berhasil, penderita bisa menikmati hubungan seksual, walaupun kadang-kadang masih memerlukan pertolongan.

"Masalahnya, banyak perempuan atau pasangan suami-istri yang tidak mau berkonsultasi karena malu. Ini yang harus dikoreksi karena seks adalah bagian dan sumber kesehatan." pungkasnya.

AddThis Social Bookmark Button

Design by Amanda @ Blogger Buster